Musyawarah Desa Bukan Lembaga Rahasia
![Download](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh6kvCXUDAijM_i8Cy6xWj8KH8RVQ8S3ggeny911IrUThra_c3kYIjpElRkuIlplykqLTYPo_CpyYdRJ-NLzzurMm8CzMmYZEW5eYhkwz0uiEG4gG4VQTo43FKMQt5llAvvNtcyUvWspw/w228-h66/free-download.gif)
Musyawarah Desa ialah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.
Musdes harus bisa menghadirkan suara-suara mereka. Kehadiran kelompok rentan dalam Musdes tentu akan memperlihatkan bobot legitimasi yang lebih berpengaruh dan berkualitas terhadap Musdes. Karena, kehadiran mereka dan aspirasi yang disampaikan akan memperdalam rumusan penyelesaikan atas permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan desa.
Demokrasi sanggup berjalan dengan baik bila semua warga baik secara pribadi ataupun perwakilan sanggup menyuarakan aspirasinya, ikut terlibat dan berpartisipasi dalam mensugesti dan bahkan mengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk itulah Musdes sebagai prosedur pelembagaan demokrasi desa harus diorientasikan biar bisa memberi saluran dan mengakomodasi semua unsur masyarakat, khususnya mereka yang selama ini masuk dalam kategori kelompok rentan.
Siapa saja yang sanggup diidentifikasi sebagai kelompok rentan di dalam masyarakat itu? Mereka yang masuk kelompok rentan diantaranya ialah (1) kaum wanita miskin (2) kaum difabel (3) lansia (4) anak dan sejenisnya.
Baca: Seperti Apa Pemimpin Desa yang Ideal.
Untuk menghadirkan kelompok rentan dalam musyawarah desa atau musdes memang tidak mudah. Ada sejumlah hambatan yang biasanya dihadapi saat akan melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan pembangunan maupun dalam tata kelola pemerintahan selama ini.
Pertama, soal waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki kelompok rentan (terutama yang miskin) biasanya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga sulit bagi mereka untuk meluangkan waktunya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan formal di desa.
Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya aib untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa.
Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya aib untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa.
Ketiga, problem struktural. Kelompok rentan ini memang sengaja disingkirkan oleh pemerintah dan kelompok lain yang ada di desa, sehingga mereka tidak mempunyai saluran untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan strategis di desa.
Merujuk pada UU Desa, dimana Musdes harus melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, maka ketiga problem tersebut selayaknya tidak terjadi lagi. Kelompok rentan harus mendapat ruang untuk me nyuarakan problem dan aspirasinya. Persoalan yang mereka hadapi semestinya bisa dikonversi menjadi problem bersama dan ditanggung sebagai beban bersama warga desa.
Baca: 10 Manfaat Musyawarah Desa.
Panitia penyelenggara Musdes, khususnya BPD harus bekerja keras untuk sanggup menghadirkan mereka sebagai penerima Musdes. Untuk itu ada beberapa hal yang penting diperhatikan untuk menjawab 3 tantangan di atas.
Pertama, secara teknis waktu pelaksanaan Musdes sebisa mungkin tidak bersamaan dengan waktu mencari nafkah yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Hal ini terlihat teknis semata, namun pilihan atas waktu bisa berakibat tidak bisanya kelompok rentan mengikuti Musdes.
Kedua, panitia penyelenggara harus mem berikan keyakinan kepada unsur masya- rakat yang masuk kategori kelompok rentan hadir dalam Musdes. Panitia penting memperlihatkan motiviasi, mendorong rasa percaya diri mereka untuk hadir dan mengemukakan pendapatnya dalam lembaga Musdes. Panitia mesti bisa menyakinkan bahwa Musdes yang diselenggarakan di bawah payung UU Desa kini ialah lembaga yang sangat penting dalam memilih arah pembangunan desa.
Yakinkan, proposal dan dongeng wacana kehidupan yang selama ini mereka alami akan menciptakan kualitas Musdes dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan desa menjadi lebih berbobot.
Ketiga, panitia dilarang menyebabkan Musdes sebagai lembaga yang sifatnya rahasia. Bangunan demokrasi yang didorong melalui Musdes ialah lembaga dialog, diskusi, dan bincang-bincang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat desa. Karena kelompok rentan ialah salah satu unsur di masyarakat yang selama ini mempunyai hambatan dalam mengakses jadwal pembangunan di desa, sudah selayaknya panitia memprioritaskan mereka untuk hadir dan bisa menyuarakan aspirasinya dalam Musdes.
Pendek kata, dalam melibatkan kelompok rentan dalam Musdes panitia tidak bisa hanya melaksanakan hal-hal yang sudah biasa atau hal-hal yang sifatnya konvensional. Perlu ada terobosan-terobosan serta penemuan biar kelompok rentan mendapat saluran untuk ikur serta dalam Musdes.
Demikian artikel wacana Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia. Diolah dari Buku Saku Pelembagaan Demokrasi Melalui Musyawarah Desa. Donwload disini. Semoga bermanfaat.
![Download](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh6kvCXUDAijM_i8Cy6xWj8KH8RVQ8S3ggeny911IrUThra_c3kYIjpElRkuIlplykqLTYPo_CpyYdRJ-NLzzurMm8CzMmYZEW5eYhkwz0uiEG4gG4VQTo43FKMQt5llAvvNtcyUvWspw/w228-h66/free-download.gif)